Kelompok 7:
1. Fariha Akhmaliatu Sholihah (Mahasiswa Ilmu Al-Qurán dan Tafsir IAIN Kudus
2. Amelia Choirunnisa (Mahasiswa Ilmu al-Qurán dan Tafsir IAIN Kudus)
3. Eny Eka Permatasari (Mahasiswa Ilmu Al-Qurán dan Tafsir IAIN Kudus)
4. Laila Fitri Nur Indah Sari (Mahasiswa Ilmu Al-Qurán dan Tafsir IAIN Kudus)
Pada hakikatnya, konsep kehidupan seorang muslim adalah mendekatkan diri kepada ALLAH dan memperoleh ridho ALLAH. Masyarakat muslim biasanya mendekatkan diri kepada ALLAH dengan beribadah sesuai ajaran yang disampaikan Rasullah, seperti sholat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Selain dengan beribadah, ada juga kebudayaan islam yang berkembang saat ini menjadi sarana mendekatkan diri. Misalnya dengan berziarah kubur, tahlilan, peringatan maulid nabi dan tawassul.
Tawasul adalah sebuah praktik doa di mana seseorang menyertai nama orang-orang saleh dalam doanya dengan harapan doa menjadi istimewa dan diterima oleh Allah SWT. Praktik tawasul yang biasa dilakukan oleh masyarakat umumnya di antaranya istighasah, salat istisqa, solawatan, tahlilan, dan ziarah. Tawasul biasa dilakukan dengan suatu wasilah atau suatu yang dapat dijadikan sebab atau perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah agar terkabulnya sebuah harapan. Seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah ayat 35 dan Q.S. Al-Isra ayat 57 yang berbunyi:
ـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبۡتَغُوۤا۟ إِلَیۡهِ ٱلۡوَسِیلَةَ وَجَـٰهِدُوا۟ فِی سَبِیلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepadaNya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalanNya agar kamu beruntung. (Q.S. Al-Maidah: 35)
أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ یَدۡعُونَ یَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِیلَةَ أَیُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَیَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَیَخَافُونَ عَذَابَهُۥۤۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورࣰا
Artinya: Orang-orang yang mereka seru itu , mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan menghrapkan rahmatNya dan takut akan azab-Nya, sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang harus di takuti. (Q.S.Al-Isra’:57)
Tawasul biasanya dilakukan dengan wasilah terhadap asmaul husna, amal shaleh, dan dengan orang orang shaleh. Tawasul bi asmaillah merupakan tawasul yang paling tinggi. Tawasul ini seperti seseorang yang mengatakan “Ya Allah Ar-Rahman Ar-Rahim, Al-Lathif Al-Khabir berikanlah kepadaku keselamatan.” Sedangkan tawasul bi a’mal shalihat merupakan bertawasul kepada Allah denga perbuatan baik yang pernah dilakukan. Seperti menyebut amalan Kebajikan yang pernah dilakukan dengan Ikhlas dan rasa takut pada Allah supaya dikabulkannya sesuatu yang menjadi harapan atau tujuannya. Ada juga yang bertawasul dengan orang-orang shaleh, karena orang yang shaleh diyakini keshalehan dan ketaqwaannya kepada Allah membuat beliau lebih dekat dengan Allah sehingga seorang yang bertawasul memohon untuk orang shaleh berdoa kepada Aallah untuk dirinya. Pada hakekatnya tidak bertawasul dengan dzat mereka, melainkan dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.
Tidak bisa dipungkiri, tawasul sering disalahpahami oleh sejumlah orang sebagai bentuk kemusyrikan. Pemahaman tersebut muncul karena berbedanya pemahaman tradisi keagamaan. Seperti berbedanya pemahan antara wahabi dan ahlu sunnah wal jamaah. Dimana golongan ahlu sunnah wal jamaah meyakini bahwa pemberian dan pencipta hanyalah milik Allah, makhluk tidak ada kekuatan untuk melakukan sesuatu kecuali atas kehendak Allah. Hal ini pula yang mendasari diperbolehkannya tawasul. Berbeda denga pandangan wahabi atau salafi . mereka memahami bahwa tawasul merupaka bentuk penyembahan kepaada selain Allah. Golongan wahabi atau salafi meyamakan argumenya dengan kaum jahiliyah saat diminta berhenti menyembah berhala. Mereka memposisikan orang-orang shaleh yang dijadikan wasilah dalam bertawasul sebagai “berhala” yang disembah ahli tawasul. Karena argument tersebut yang menjadikan kaum wahabi menyebut bertawasul sebagai syirik.