Mengenal Manuskrip Mushaf al-Qur’an dari Kulit Sapi di Museum Gusjigang
Penulis : Mitatun Nuzulia (IAIN KudusMahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Kudus)
Pentingnya Mengenal Manuskrip Mushaf
Manuskrip atau naskah kuno merupakan salah satu cikal bakal peradaban manusia. Naskah kuno secara nyata menampilkan catatan-catatan kebudayaan masyarakat kita di masa lalu. Di dalamnya tak hanya berisikan nilai-nilai tradisi, tetapi juga ajaran penting dari nenek moyang kita yang mengandung kearifan lokal.
Begitu pun dengan manuskrip mushaf al-Qur’an. Di dalamnya mengandung nilai-nilai penting mengenai al-Qur’an seperti tanda baca, tanda wakaf, ilmu rasm, dan perbedaan qira’at. Melalui manuskrip mushaf al-Qur’an juga kita akan tahu bagaimana cara umat muslim membaca al-Qur’an di masa lalu.
Di Indonesia, salah satu kota yang terkenal dengan pengembangan kajian al-Qur’an terbaik adalah kota Kudus. Di kota ini banyak berdiri lembaga pendidikan yang berkonsentrasi pada ulumul Qur’an salah satunya yaitu Pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus yang didirikan oleh ulama ahli Qur’an Khadratusy Syaikh KH. M. Arwani Amin.
Kota ini juga memiliki sebuah museum yang bernama Museum Gusjigang. Di dalamnya terdapat beragam koleksi manuskrip mushaf al-Qur’an, salah satunya adalah Manuskrip Mushaf al-Qur’an dari kulit sapi. Nama Gusjigang itu sendiri diambil dari ajaran Sunan Kudus yang artinya, bagus akhlaq, pintar mengaji, dan pandai berdagang. Hal ini tentu relevan dengan ajaran terkenal dari Sunan Kudus yang juga merupakan nama museum ini, yaitu Gusjigang yang artinya bagus akhlaknya, mau mengaji, dan mau berdagang.
Filologi: Sebuah Ilmu untuk Mengkaji Manuskrip (Naskah Kuno)
Sebelum membahas lebih jauh terkait dengan manuskrip mushaf al-Qur’an du Museum Gusjigang, perlu diketahui bahwa ilmu yang digunakan untuk mengkaji manuskrip kuno, yakni ilmu filologi. Filologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti “cinta” dan kata logos yang berarti “kata”.
Pada kata filologi, kedua kata tersebut membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Kemudian, makna tersebut berkembang menjadi “senang belajar”, “senang ilmu”, dan “senang kesastraan” atau “senang kebudayaan”.
Dengan begitu, filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan.(Baried et al., 1985)
Di samping itu, wahana-wahana teks filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan. Seperti yang telah diketahui, bahwa pada umumnya naskah berupa bahan tulisan tangan atau buku, seperti kulit kayu, kulit hewan, rotan, dan lain sebagainya.
Salah satunya, sebagaimana yang akan dibahas berkenaan dengan manuskrip (naskah kuno) mushaf al-Qur’an yang ada di Muesum Gusjigang yang terbuat dari kulit sapi.
Karakteristik Manuskrip Mushaf al-Qur’an di Museum Gusjigang
Karakteristik manuskrip mushaf al-Qur’an kulit sapi ditulis menggunakan tinta kuning keemasan, merah, dan biru. Berdasarkan penelitian yang diperoleh, bahwa properti mushaf al-Qur’an ini didapat dari seorang kolektor di Kalimantan Timur.
Manuskrip mushaf al-Qur’an ini berbahan dasar dari kulit sapi yang mempunyai ketebalan 5 cm dengan berat total 14,2 kg. Di dalamnya terdapat tanda waqaf, syakl, dan hiasan di pinggir naskahnya. Tanda di setiap ayat ditunjukkan dengan tanda lingkaran.
Di awal surat juga dituliskan Makky-Madani, dan jumlah ayat dalam setiap surat. Dalam penulisan nama surat dan Makky-Madani terdapat di tepi naskah bagian atas yang ditandai garis lurus sebagai pemisah nama ayat. Sedangkan bagian bawah tepi naskah juga ditandai garis lurus sebagai pemisah ayat dan keterangan jumlah ayat dalam setiap surat.
Mushaf ini bukan termasuk mushaf pojok, dan di dalamnya masih terdapat kesalahan-kesalahan kecil, seperti kurangnya gigi dan titik pada suatu kalimat. Dan aspek qiraat pada manuskrip mushaf kulit sapi ini menggunakan qiraat Imam ‘Ashim riwayat Hafs, di mana qiraat tersebut lebih banyak digunakan oleh kalangan masyarakat Indonesia.
Pada bagian penanggalan, tidak terdapat keterangan terkait dengan tanggal ditulisnya manuskrip mushaf tersebut. Namun, diperkirakan bahwa manuskrip mushaf tersebut berusia sekitar 40-50 tahun.
Selain itu, pada aspek rasm manuskrip mushaf al-Qur’an kulit sapi ini menggunakan kaidah penulisan rasm usmani, yakni ejaan bahasa Arab untuk menuliskan mushaf al-Qur’an yang dituliskan pada masa khalifah Usman bin Affan.
Hal itu dapat dilihat pada kata “al kitaba” di mana huruf “ta” dalam tulisan tersebut menggunakan fathah panjang الكتب yang tidak seperti pada umumnya menggunakan “alif” الكتاب, kaidah tersebut dinamakan kaidah hadf. Kaidah hadf merupakan kaidah yang membuang huruf. Dalam kaidah hadf terdapat ketentuan-ketentuan huruf yang dibuang, yakni alif, wawu, ya’, dan nun.
Hal itu menjadi salah satu ciri yang membedakan antara penulisan rasm usmani dengan penulisan rasm yang lain. Selain itu, terdapat kata lain yang termasuk dalam ciri-ciri rasm usmani, yaitu pada kata “as shalihati” الصلحت yang membuang huruf “alif” setelah huruf “ha’”. Di mana pada umunya penulisan tersebut الصالحات menjadi الصلحت.
Kota Kudus merupakan Kota al-Qur’an. Julukan ini sudah sepantasnya disematkan pada Kota Kudus. Bukan hanya karena telah melahirkan ribuan penghafal al-Qur’an melalui lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh ulama ahli Qur’an di kota ini tetapi juga karena semangat dan ketelatenan masyarakatnya dalam belajar dan mengkaji al-Qur’an. Melalui penelitian ini dapat kita ketahui bahwa semangat belajar al-Qur’an ternyata sudah ada sejak zaman dahulu.
Buktinya adalah ditemukannya manuskrip mushaf al-Qur’an di museum Gusjigang yang ditulis dengan iluminasi yang indah dan terkesan mewah. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kecintaan terhadap al-Qur’an, semangat belajar dan mengkaji al-Qur’an masyarakat muslim zaman dulu amatlah tinggi yang kini menjadi tugas kita sebagai generasi muda untuk melanjutkan dan mempertahankan semangat mereka dalam mengkaji al-Qur’an.
Mengetahui sejarah dan komponen-komponen lainnya merupakan hal yang sangat langka. Apalagi di era sekarang banyak versi yang beredar. Namun tidak banyak peminat untuk melakukan penelitian terkait dengan manuskrip kuno. Dengan demikian menjadi penting bagi kita sebagai generasi muda, khususnya mahasiswa memahami dan mengenal, bahkan meneliti manuskrip mushaf al-Qur’an kulit sapi yang berada di Museum Gusjigang ini.