Berdiri Menyambut Orang Yang Mulia, Bolehkah?
Islam di Nusantara identik dengan kesantunan dan keramahannya. Salah satu tradisi dalam masyarakat yang sering terjadi dan dilakukan oleh sebagian masyarakat yaitu berdiri saat guru atau orang mulia dan sejenisnya yang datang atau melalui suatu tempat atau daerah. Mereka berdiri bukan bermaksud untuk mengkultuskan atau ingin menghinakan diri, tetapi hanya sebatas menghormati. Pada faktanya, tradisi ini ternyata tidak hanya berlaku di masa sekarang, namun sudah ada sejak masa dulu bahkan masa Nabi Muhammad SAW.
Lalu bagaimanakah hukumnya berdiri menyambut orang yang mulia? Sebagian kelompok memang berpendapat bahwa hukum itu adalah haram, ini didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah “Barang siapa suka dihormati manusia dengan penghormatan dalam bentuk berdiri, maka hendaklah dia bersiap sedia dengan tempat duduknya di neraka.” (Hadis Shahih, riwayat Imam Ahmad).
Sayangnya, banyak dari mereka salah dalam memahami kandungan hadis tersebut. Haadis di atas menunjukkan larangan terhadap orang yang merasa senang dihormati orang lain atau merasa bangga dihormati dengan cara berdiri, bukan untuk orang yang ingin melakukan atau memberikan penghormatan terhadap orang yang memiliki kemuliaan. Dijelaskan juga oleh KH. Ahmad Sya`roni Kudus dalam karyanya “Al-Faraid As-Saniyah”:
ويسن القيام لأهل الفضل إكراما لهم لا رياء وتفخيما
“Disunnahkan berdiri untuk menghormati orang yang mulia, bukan karena sombong dan bangga”
Ada juga sebuah riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi tidak memerintahkan para Sahabat untuk memeberikan penghormatan kepadanya. Tetapi kita sebagai umatnya sudah sepantasnya memberikan penghormatan kepada Baginda Nabi. Begitu juga kepada orang-orang yang mulia seperti Ulama`, Habaib, Kyai, dan para guru kita. Demikian ini bisa dikatakan sebagai bentuk kebaikan yang dianjurkan.
Ajaran kebaikan lain yang diperbolehkan dan diakui para ulama adalah berdiri saat ada penyambutan kelahiran Rasulullah saw. Hal itu sebagaimana yang tercatat dalam kitab Al-Maulid Al-Barzanji. Mengapa berdiri dalam penyambutan kelahiran Rasulullah digologkan sebagai hal baik? Karena hal itu sebagai bentuk memuliakan kedatangan Rasulullah SAW ke alam dunia ini. Berdiri menyambut orang mulia juga diisyaratkan oleh contoh dalam ilmu nahwu. Seperti apa yang terdapat dalam kitab al-Jurumiyyah saat mencontohkan maf`ul min Ajlih atau li Ajlih:
قام زيد إجلالا لعمرو
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa tradisi penghormatan kepada orang yang mulia dengan cara berdiri telah dilakukan oleh masyarakat sejak lama. Hal tersebut juga tidak dianulir oleh para ulama. Karena itu bagian dari ungkapan rasa cinta masyarakat kepada kebaikan yang itu merupakan ajaran yang diperintahkan oleh agama.
Demikian penghormatan kepada manusia tidak boleh dilakukan secara berlebihan. Hal ini dapat mengakibatkan sikap pengkultusan yang dilarang oleh agama. Karena pengkultusan tergadap manusia atau benda mati jatuhnya mengakibatkan kesyirikanyang dilarang oleh agama. Di sinilah pentingnya kita memahami batas antara larangan agama dan tradisi masyarakat. Tradisi dan agama tidak perlu bertentangan, keduanya bisa dikolaborasikan dengan sangat indah.
Kunci penyelarasan antara agama dan tradisi terletak pada pengenalan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam keduanya. Ajaran tradisi dan agama juga memiliki nilai dan tujuanya yang sering disebut dengan maqashid syari`ah (tujuan syari`at). Karena itu menggunakan ajaran agama tidak bisa hanya melakukannya secara harfiah tanpa mengenali tujuan. Sikap beragama yang demikian dapat melahirkan sikap fanatisme agama dan cenderung memusuhi tradisi dan budaya. Keduanya perlu difahami secara filosofis agar dapat melahirkan sikap saling menghormati
Oleh : Amelia Mutiara R. , Nurul Afifah, M. Umar Said, Andik Naufal A.
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Kudus