Patinews.com – Kediri, Sekolah yang berlokasi tepat ditengah 2 tempat ibadah yang berbeda keyakinan, menjadi alasan utama tema “Realitas Fakta Dalam Sejarah”, diberikan langsung Danramil Semen, Kapten Kav Puguh Bintarto di aula SMPN 1 Semen pagi ini. Siswa/siswi yang saat ini duduk dibangku kelas 3 (kelas 9), sebentar lagi menapakkan kakinya ke jenjang berikutnya ,yaitu strata pendidikan setingkat SLTA dalam 6 hingga 7 bulan kedepan, dan kesempatan untuk memberikan materi wawasan kebangsaan berkaitan dengan sejarah berdasarkan literatur yang otentik disampaikan secara mengalir, disesuaikan dengan kondisi terkini di tanah air, selasa (20/12/2016)
Didampingi Drs. Supriyono, Drs. Hadi Basuki, dan Drs. Totok Rahmanto ,selaku guru pengajar dan Wakil Kepala Sekolah SMPN 1 Semen, Kapten Kav Puguh Bintarto mengawali wawasan kebangsaanya, dengan menjelaskan bahwa perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh Mpu Tantular pada dasarnya pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu. Hal tersebut memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan, telah sepenuhnya menyadari bahwa menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah Bhinneka Tunggal Ika ,sebagaimana tersebut dalam Kakawin Sutasoma atau Purudasanta.
Selanjutnya, semboyan “Tan Hana Darmma Mangrwa” digunakan sebagai motto Lambang Pertahanan Nasional (LemHamNas), dan makna kalimat ini adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua” ,yang kemudian oleh LemHaNas semboyan kalimat tersebut diberi pengertian ringkas dan praktis yakni “Bertahan karena benar”. Sehubungan bahwa semboyan tersebut merupakan embrio dari Singasari ,yakni pada masa Wisnuwarddhana, maka semboyan bhinneka tunggal ika maupun bangunan Candi Jago kemudian disempurnakan pada masa Majapahit.
Diakhir wawasan kebangsannya, Kapten Kav Puguh Bintarto berpendapat, bahwa dimasa era Kerajaan majapahit, seluruh keyakinan dibebaskan seluas-luasnya tanpa ada batas ataupun intervensi dari manapun, bahkan pihak kerajaan sangat melindungi otoritas keyakinan tersebut dari rongrongan pihak yang menentangnya. Jadi sangat tidak relevan bila dimasa lampau Indonesia sudah mengenal apa arti dan makna suatu perbedaan, tetapi justru di masa modern saat ini malah diperdebatkan, karena seharusnya manusia masa kini jauh lebih cerdas ketimbang manusia masa lalu.
Drs. Hadi Basuki juga menyempatkan memberikan sedikit wejangan pada wawasan kebangsaan yang berdurasi 45 menit tersebut, dengan penggambaran bentuk-bentuk intervensi atau diskriminasi terhadap keyakinan seseorang. Demikian juga bagaimana mengembangkan pola pikir siswa/siswi secara bijak mengetahui dan mencermati mana yang berperilaku toleransi dan mana yang intoleransi.