PatiNews.Com – Kota, Mbah Yanto (74) merupakan salah satu pecinta unggas di kota Pati. Diantara beraneka unggas yang ia pelihara, kakek yang tinggal di Desa Blaru Kecamatan Pati ini rupanya paling sayang dengan ayam mutiara yang menjadi peliharaannya.
Begitu mesranya hubungan Mbah Yanto dengan ayam mutiara, membuat Bapak dari tujuh anak ini hafal betul dengan karakter hewan kesayangannya itu.
Mbah Yanto banyak berbagi kisah tentang asal muasal, kebiasaan, cara budidaya hingga tips merawat ayam mutiara saat musim penghujan tiba.
Cara budidaya ayam mutiara sendiri, menurutnya, hampir sama seperti ayam hias yang lainnya.
“Ayam yang berasal dari Afrika ini mempunyai postur yang berbeda, dengan bentuk kepala yang kecil”, ujar suami dari Mbah Rum ini.
Lebih lanjut Mbah Yanto menjelaskan bahwa ayam mutiara ini habitat aslinya di gurun atau semak belukar dan padang ilalang.
“Dulu penduduk belum terbiasa membudidayakan ayam mutiara karena populasinya yang cukup banyak. Setelah terjadi perburuan liar yang mengakibatkan jumlah ayam mutiara berkurang drastis, maka kini muncul usaha untuk melestarikan ayam mutiara”, ungkapnya.
Menurut kakek ini, penamaan jenis ayam mutiara di Indonesia biasanya berdasarkan warna bulunya. “Jadi saat berada di kandang pemeliharaan mutiara, siapa pun dapat dengan mudah mengenali mereka dengan nama Mutiara Hitam, Mutiara Putih, Mutiara Silver (abu-abu-red) dan Mutiara Plangkok”, jelasnya.
Ayam Mutiara rupanya juga mempunyai karakter yang berbeda dibandingkan dengan jenis unggas lain. “Ayam Mutiara hanya bertelur pada saat musim hujan sedangkan pada saat musim kemarau mereka berhenti bertelur. Karena itulah, regenerasi berjalan baik jika memasuki musim penghujan”, ujar Mbah Yanto berbinar-binar.
Tak seperti ayam jenis lain yang dapat sepanjang tahun bisa berproduksi, ayam mutiara hanya dapat bertelur pada musim hujan. “Di musim seperti sekarang ini hasil telurnya dapat dimaksimalkan dengan cara menitipkan telur pada indukan ayam lain atau ditetaskan menggunakan mesin penetas telur”, ungkap kakek berperawakan kurus ini.
Agar produksi telur bisa maksimal, lanjut Mbah Yanto, maka perlu dilakukan berbagai cara diantaranya dengan pemberian pakan dengan nutrisi yang baik dan mengandung kalsium dan karbohidrat yang cukup.
“Pakan bisa berupa konsentrat yang biasa dipakai untuk ayam petelur. Tujuannya agar dapat mencukupi kebutuhan nutrisi di masa pembentukan cangkang telur”, ungkap kakek berkulit eksotis ini.
Selain itu, di musim penghujan seperti ini, Mbah Yanto juga lebih rajin memberi tambahan makanan berupa irisan sayuran segar.
“Pada musim bertelur sebaiknya antara pejantan dan betina dipisahkan. Hal itu untuk mengantisipasi pejantan memakan telur betinanya. Namun harus dipastikan bahwa pejantan telah membuahi betinanya”, jelas kakek yang lahir di Dukuh Kranggan Desa Pati Kidul ini.
Pemisahan itu, lanjutnya, bertujuan agar betina dapat bertelur dengan tenang.M bah Yanto juga menerangkan, pada umumnya pemeliharaan ayam mutiara lebih banyak untuk tujuan dikembangbiakkan sebagai hiasan, sementara daging ayam mutiara belum lazim dikonsumsi sebagai lauk pauk layaknya ayam pada umumnya. “Masih jarang penduduk yang menjadikan daging ayam mutiara sebagai daging konsumsi keluarga”, imbuhnya.
Mbah Yanto juga mengungkapkan, ayam mutiara dalam sekali periode bertelur cukup banyak menghasilkan telur. “Apabila mendapatkan asupan nutrisi yang baik dapat menghasilkan jumlah telur ayam mutiara lebih dari 15 butir telur. Bahkan ada yang dapat menghasilkan telur sebanyak 30 butir” , ungkapnya.
Lebih lanjut, kakek yang telah beruban ini menjelaskan bahwa telur ayam mutiara masih dapat ditetaskan setelah 14 hari. “Untuk itu setelah bertelur cukup banyak bisa langsung dititipkan pada indukan ayam lain atau dimasukkan ke dalam mesin penetas telur” , terang Mbah Yanto.
Setelah dierami selama 28 hari maka telur tersebut akan menetas. Dan untuk khasiat telur ayam mutiara sendiri hingga saat ini Mbah Yanto belum banyak mengetahuinya.
Harga Ayam Mutiara, menurut kakek ini, termasuk stabil dibandingkan ayam pelung dan ayam ketawa yang harganya tergantung kualitas suaranya.
“Ayam Mutiara yang harganya cukup mahal diantaranya adalah ayam mutiara Fulturin yang saat ini populasinya masih langka dan harganya cukup mahal. Untuk harga ayam mutiara mempunyai variasi berdasarkan umur dan jenis ayam. Sedangkan mutiara hitam adalah jenis mutiara yang paling terjangkau harganya”, terang Mbah Yanto panjang lebar.
Sepanjang tahun mengurus ayam mutiara dengan penuh rasa sayang, saat musim penghujan seperti ini, kakek ini mengaku sangat gembira. “Puncak kepuasannya ya memang pas musim penghujan seperti ini. Kan telurnya jadi semakin banyak sekali. Di situ kepuasan batin saya terus bertambah” , ungkapnya.
Bermula dari sekedar iseng untuk mengisi hari tuanya Mbah Yanto mengaku dapat menyelami perasaan ayam peliharaannya. “Semakin lama semakin tahu bahwa walaupun seekor ayam, mereka ternyata punya naluri, punya batin yang kuat dan bisa mengenali saya yang tiap hari memeliharanya” jelas pria yang ramah ini sambil tertawa lebar.
Dari sinilah mbah Yanto juga mulai tertarik untuk memelihara jenis unggas yang lain, mulai ayam bangkok, ayam burma, bebek, bahkan burung dara.
“Saya menjual peliharaan saya lebih senang kalau pembeli berniat untuk dipelihara di tempat lain” terang mbah Yanto.
Ia juga mengaku tidak pernah tawar menawar saat menjual peliharaan. Berapapun, ia akan menerima hasil penjualannya sebagai sebuah rejeki.
“Saya pelihara dengan hati, saya harap di tempat lain akan dipelihara seperti saya memelihara mereka”, ujar mbah Yanto.
Memelihara unggas di usia senja, menurutnya, sekaligus menjadi hiburan yang sangat berarti. “Unggas-unggas ini sudah menjadi teman yang menghibur buat saya, banyak makna yang saya peroleh dari aktivitas ini”, pungkasnya. (pn/dok Humas Kab Pati)