LRevitalisasi Bahasa Daerah, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Ajak Generasi Muda Tidak Malu Gunakan Bahasa Jawa
Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, menggaungkan program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) melalui berbagai upaya. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dwi Laily Sukmawati, S.Pd., M.Hum. bersama Koordinator KKLP Pemodernan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Shintya, M.S. dalam siaran langsung Radio Slawi FM pada Kamis, 13 Maret 2025.
Dalam segmen acara Hallo Slawi FM bertema “Menakar Eksistensi Program Revitalisasi Bahasa Daerah” itu, Laily menyampaikan bahwa program RBD menjadi salah satu upaya dari Balai Bahasa untuk pelestarian dan pengembangan bahasa daerah melalui pewarisan kepada generasi muda.
“Revitalisasi bahasa daerah tentu sangat penting karena berkaitan dengan bahasa ibu, khususnya yang ada di Provinsi Jawa Tengah,” ujar Laily saat ditanya oleh pewawancara, Aldo, seberapa penting adanya program Revitalisasi Bahasa Daerah.
Laily menjelaskan bahwa RBD merupakan upaya pelestarian bahasa daerah mencakupi berbagai tahapan yang harus dilaksanakan. Tahapan-tahapan itu adalah koordinasi dan diskusi pakar, koordinasi dengan pemerintah daerah, bimbingan teknis (bimtek) pengajar utama dalam penyusunan model pembelajaran, diseminasi atau pengimbasan hasil bimtek kepada siswa SD dan SMP, pemonitoran dan evaluasi, hingga Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI).
“Kami mengajak pemerintah daerah untuk bersama-sama terlibat, para sastrawan, pengajar, dan budayawan,” tambahnya.
Program bimbingan teknis (bimtek), lanjut Laily, diikuti oleh para guru dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Selama kurang lebih tiga bulan, para guru itu kemudian mengimbaskan pengetahuan tentang bahasa daerah kepada siswa di tingkat SD dan SMP.
“Balai Bahasa kemudian melakukan monitoring oleh tim RBD Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah untuk memastikan efektivitas program. Melalui langkah-langkah tersebut, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah berusaha untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa daerah melalui program-program yang melibatkan berbagai pihak,” jelasnya.
Laily juga menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama RBD adalah menghidupkan bahasa-bahasa daerah kepada penutur muda. Namun, program tersebut juga memiliki tantangan, antara lain, generasi muda enggan menggunakan bahasa daerah dan lebih bangga menggunakan bahasa lain. Tantangan tersebut dilawan tegas dengan slogan Trigatra Bangun Bahasa, yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. Ini diartikan bahwa tidak menutup mata untuk bahasa lain masuk, termasuk bahasa asing, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
“Kita tidak menutup pintu untuk menggunakan variasi bahasa, boleh digunakan asal mereka tahu tempat, dengan siapa, dan kapan bahasa itu digunakan,” terangnya
Sementara itu, Shintya, M.S. mengungkapkan bahwa Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan program Revitalisasi Bahasa Daerah sejak tahun 2021. Selama empat tahun program tersebut dijalankan, hasil yang ditunjukkan sangat menggembirakan.
“Indikator bahwa program ini dapat menyasar ke penutur muda juga dilihat dari partisipasi Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Ketika awal-awal kami meluncurkan program RBD, para peserta yang dikirim ke FTBI tingkat provinsi itu masih melalui penunjukan, tidak melalui lomba FTBI tingkat kabupaten/kota. Namun, pada tahun 2022, 2023, dan 2024 mereka semua sudah berasal dari pemenang FTBI tingkat kabupaten/kota,” tutur Widyabasa Ahli Madya Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah itu.
Shintya juga menjelaskan bahwa program Revitalisasi Bahasa Daerah memiliki tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya. Tantangan terbesar terletak pada keterbatasan anggaran pada awal pelaksanaan program RBD dari pemerintah daerah karena kegiatan FTBI belum merata diadakan di seluruh kabupaten/kota.
“Selain itu, banyak yang masih beranggapan bahwa menggunakan bahasa daerah adalah hal yang memalukan sehingga mempersulit pendekatan terkait dengan bahasa daerah. Di samping itu, seringnya pergantian pemangku kebijakan pemerintahan daerah juga menjadi tantangan yang sering dihadapi dalam melaksanakan RBD ini,” katanya.
Shintya menambahkan bahwa RBD menjadi tanggung jawab bersama. Diperlukan dukungan dari pemerintah, masyarakat, komunitas, dan seluruh pemangku kepentingan agar bahasa daerah tetap bertahan. Shintya juga berpesan kepada seluruh generasi muda agar tidak malu untuk berbahasa Jawa sebagai bahasa daerah karena banyak manfaat yang didapat dari berbahasa daerah.
“Kalau kita sendiri tidak merawatnya, lalu siapa lagi?” pungkasnya.
Penulis: Nafisha Rizky Dhiaz Zachrie, Siti Marhamah, Novalia Ari Rahmayanti, Dian Anggraeni, Alifiana Meila Jawanda R., Alya Nabila Nafisa, mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jenderal Soedirman, kini magang di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
Editor: Agus Sudono