Oleh : Kapten Kav Yanis Prasetyo (Pasi Pers Kodim 0809/Kediri)
Manusia tidak pernah lepas dari kesalahan selama hidup di masyarakat, ketika kita berbuat kesalahan kepada orang lain, maka kewajiban kita adalah meminta maaf dan ampunan. Jika orang itu memberikan maaf dan ampunan, maka kita benar-benar terbebas dari dosa. Sebaliknya, jika orang itu tidak mau memberikan maaf dan ampunan, kecenderungan kita merasa kesedihan dalam hati karena dosa dan kesalahan masih menghantui pikiran kita.
Mestinya kita tidak perlu sedih itu sebab kewajiban orang salah hanyalah meminta maaf dan ampunan, sedangkan memberikan maaf dan ampunan adalah kewajiban orang lain kepada orang yang memintanya. Memang memberikan maaf dan ampunan kepada orang lain lain tidaklah mudah bagi manusia, terlebih lagi bagi mereka yang merasa sakit hati dan dendam.
Kita mengetahui bahwa seorang bayi tidak memiliki dosa dan dendam dalam hati. Betapa indah hati manusia jika ia terlepas dari dosa dan dendam, sebaliknya betapa celakanya manusia jika hatinya dipenuhi dengan dosa dan dendam kepada orang lain. Jika kita merenungkan seorang bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, maka kita tahu bahwa Allah menciptakannya dalam keadaan fitrah, suci bersih tanpa noda dalam hatinya, dan betapa indahnya jika hati kita semua terbebas dari dosa dan dendam kepada sesama, karena istilah Fitrah itu pada hakikatnya menunjukkan kondisi hati pada terlepas dari dosa dan dendam.
Secara umum, manusia merasakan kebahagiaan saat memandang raut muka seorang bayi. Hal itu terjadi karena seorang bayi tidak memiliki dosa dan dendam, begitu halnya jika Allah memandang hati manusia terlepas dari dosa dan dendam, maka Dia senang memandangnya, bahkan Dia akan memberikan berbagai anugrahNya ke dalam hati. Kita mengharapkan bahwa hati kita bisa menjadi tempat bagi berbagai anugrahNya, sebab itu, kita bisa membebaskan hati dari dosa dan dendam.
Ketika seseorang meminta kita untuk memaafkan dan mengampuni, maka kita seharusnya memaafkan dan mengampuninya, janganlah kita tetap bersikukuh untuk tidak memaafkan dan mengampuninya karena jika kita berbuat demikian itu maka hati itu masih penuh dengan dendam. Jadi, jika orang diminta untuk memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain dan ia tidak mau melakukannya, maka celakalah dirinya itu sebab hatinya penuh dengan dendam.
Konsekuensi tindakan mengampuni atas kesalahan orang lain adalah menutupi kesalahan itu dan tidak menceritakannya kepada siapapun, maksudnya, jika kita mengampuni suatu kesalahan tapi kita masih saja menceritakannya, maka sesungguhnya kita belum mengampuninya secara sejati, bahkan bisa jadi kita akan terjebak pada kesalahan sebab menceritakan kesalahan seseorang. Jika kita mengampuni kesalahan orang lain, maka kita tidak perlu menceritakan kesalahan itu di hadapan orang lain, dengan begitu orang yang meminta ampunan dari kita akan merasakan kebaikan luar biasa.
Sedangkan konsekuensi dari tindakan memaafkan atas kesalahan orang lain adalah menghapus dendam itu dari hati. Jika kita telah memaafkan kesalahan orang lain tapi hati kita tetap penuh dengan dendam, maka sesungguhnya kita belum benar-benar memaafkan kesalahan itu. Jika manusia tidak bisa memaafkan kepada manusia lain, maka bisa dipastikan hubungan silaturahmi itu akan putus sebab dendam, mestinya “saling memaafkan” ini kita jadikan sebagai kesempatan untuk meraih kembali bersih sucinya hati tanpa dosa dan dendam, karena dengan memaafkan dan mengampuni, kita membuka kembali hati untuk menerima kehadiran orang lain sebagai saudara dalam menjalani hidup di dunia ini.