Perilaku Konsumtif, Ancaman Baru di Tengah Pandemi Covid-19
Terhitung mulai awal Maret 2020, virus corona atau covid-19 mulai menyebar di Indonesia. Hingga saat ini pandemi virus Covid-19 pun belum juga berakhir, malah semakin meluas penyebarannya. Adanya pandemi virus tersebut tentu berdampak pada seluruh sektor yang ada, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi.
Dengan semakin banyaknya jumlah kasus positif virus corona, pemerintah memberlakukan kebijakan untuk belajar, bekerja, beribadah, dan beraktivitas dari rumah untuk menekan angka penyebaran covid-19. Anjuran untuk tetap tinggal di rumah dan menghindari kerumunan membuat aktivitas masyarakat menjadi terhambat, termasuk aktivitas belanja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, dengan semakin canggihnya teknologi, masyarakat yang biasanya harus keluar rumah untuk menjalankan kegiatannya kini mulai menggantungkan teknologi internet yang ada di smartphone maupun laptop untuk menjalankankan seluruh aktivitas sehari-harinya.
Munculnya klaster-klaster baru yang sempat terjadi di pusat perbelanjaan membuat sebagian masyarakat sedikit merasa khawatir untuk belanja di toko maupun supermarket, terlebih kini kesadaran orang-orang untuk menerapkan protokol kesehatan di tempat umum mulai menurun. Selain karena alasan tersebut, banyaknya waktu luang di rumah selama pandemi membuat konsumen yang melek teknologi mulai mengenal e-commerce dan kini memilih beralih untuk melakukan belanja secara online. Selain karena alasan aman karena tidak perlu berinteraksi dengan banyak orang, juga karena alasan kepraktisan.
Peluang tersebut dimanfaatkan oleh perusahaan toko online atau e-commerce untuk menawarkan berbagai pilihan produk di tokonya, mulai dari kebutuhan pokok, fashion, kecantikan, elektronik, hingga peralatan yang mendukung hobi masyarakat pun tersedia. Dengan adanya e-commerce, masyarakat akan semakin dimudahkan dalam berbelanja dengan berbagai fitur yang ditawarkan oleh masing-masing e-commerce.
Konsumen juga tidak perlu membuang banyak tenaga untuk berbelanja ke luar rumah karena mereka cukup mencari produk di e-commerce yang sudah terinstall di gawai masing-masing, bayar, dan proses belanja sudah selesai. Konsumen tinggal menunggu pesanannya diantar ke rumah. Aktivitas belanja ini dapat dilakukan di mana saja asal terkoneksi dengan internet.
Banyaknya e-commerce yang ada di Indonesia membuat mereka berlomba-lomba untuk menawarkan berbagai promosi untuk menarik minat konsumen. Mereka menawarkan berbagai cara seperti memberikan diskon, cashback, bonus pembelian dan sebagainya.
Selama pandemi banyak e-commerce yang gencar menawarkan berbagai promosi, terlebih saat tanggal kembar mereka mengadakan pesta belanja online dengan diskon besar-besaran. Tak tanggung-tanggung mereka melakukan promosi diskon hingga 99%. Sederet pesta belanja online yang digelar platform perdagangan elektronik atau e-commerce kian diminati oleh masyarakat.
Dengan adanya promosi di berbagai e-commerce tersebut, membuat masyarakat cenderung melakukan impulsive buying. Mereka menjadi sering membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan hanya karena produk tersebut sedang diskon. Selain itu adanya flash sale dengan batasan waktu tertentu membuat konsumen melakukan pemesanan barang tanpa berpikir panjang terlebih dahulu, apakah barang-barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya sekedar lapar mata saja melihat barang diskonan.
Tren belanja online juga semakin meningkat saat e-commerce mengadakan program gratis ongkir. Bagaimana tidak, konsumen dapat membeli barang dengan harga yang terkadang lebih murah dibandingkan dengan membeli langsung, dan barang tersebut sampai dengan sendirinya ke rumah dengan sekali “klik” tanpa mengeluarkan tenaga dan biaya lebih. Bahkan aktivitas tersebut dapat dilakukan saat sedang rebahan.
Strategi pemasaran e-commerce dengan intensitas penayangan iklan yang tinggi di platform yang sering diakses oleh masyarakat membuat masyarakat yang awalnya tidak tahu menjadi penasaran dan lama-lama akan membeli produk di e-commerce tersebut. Selain itu, banyak e-commerce yang menggandeng artis yang sedang diidolakan oleh masyarakat sebagai strategi untuk menggaet pelanggan baru.
Dengan aktivitas yang banyak dilakukan di rumah selama pandemi ini, membuat orang memiliki waktu lebih untuk scroll e-commerce. Hal tersebut juga memungkinkan mereka membeli barang-barang secara tiba-tiba tanpa direncanakan sebelumnya hanya karena barang tersebut sedang ada promosi menarik.
Perilaku pembelian impulsif tersebut membuat masyarakat berperilaku konsumtif. Mereka cenderung membeli barang-barang yang diinginkan semata bukan barang yang benar-benar dibutuhkan. Perilaku konsumtif ini tentu akan menjadi ancaman baru bagi konsumen apabila mereka selalu menuruti hasrat belanja mereka disaat keuangan mereka sedang tidak stabil terutama selama pandemi ini. Terlebih saat ini konsumen semakin dimudahkan dengan fitur metode pembayaran melalui e-wallet, cash on delivery (COD) hingga paylater. Penggunaan paylater hanya untuk memenuhi keinginan sesaat saja hanya akan merugikan penggunanya.
Walupun perilaku konsumtif tersebut membawa dampak positif e-commerce karena dapat meningkatkan profit dan volume penjualan, namun sebagai konsumen yang cerdas, sebaiknya kita bertanya pada diri sendiri terlebih dahulu sebelum ingin membeli sesuatu, apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak.
Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk bisa membedakan mana keinginan dan kebutuhan serta membuat skala prioritas terlebih dahulu mengenai produk apa saja yang harus dibeli sebelum memutuskan untuk berbelanja. Hal ini bertujuan agar terhindar dari membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan dan berakhir mubazir karena tidak dipakai dan sekaligus untuk menghindari sifat boros dan konsumtif. Selain itu skala prioritas juga bertujuan agar uang yang dimiliki tidak dihabiskan secara sia-sia hanya untuk membeli sesuatu yang bersifat konsumtif.
(*)