Patinews.com – Kota, Buku bertajuk “Stop Pacaran Ayo Nikah!” karya Hamidulloh Ibda, penulis asal Desa Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah dibedah pada Sabtu sore (21/5/2016) bertempat di Dialoegue Cafe Pati, Jalan P. Sudirman Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang dihadiri beberapa aktivis mahasiswa seperti aktivis NU, PMII, Ansor dan juga HMI serta perwakilan pelajar SMA dari Pati.
“Jadi kalau dalam istilah Alquran, kata kehancuran itu ada empat terminologi. Pertama adalah jahiliyah, ini kasusnya adalah kasus akal, kasus intelektual. Kedua adalah fasad, yaitu kehancuran di bidang moral. Kemudian ketiga adalah dzulumat, yaitu zaman kegelapan dan kehancurannya sudah kompleks dan terakhir adalah kiamat yaitu kehancuran bumi dan isinya. Pertanyaannya kemudian, Indonesia saat ini dalam posisi yang mana? Nanti ada hubungannya dengan seks bebas dan pacaran,” beber Hamidulloh Ibda dalam bedah buku berjudul Stop Pacaran Ayo Nikah, Sabtu sore (21/5/2016).
Ia mengklaim, bahwa kondisi pacaran mau tidak mau akan mendestruksi pemuda di berbagai hal, mulai psikis, mental dan juga karakter serta finansial. Ia dalam buku tersebut, mengajak para pelajar dan mahasiswa untuk meninggalkan budaya pacaran dan menyiapkan nikah jika sudah siap secara mental, fisik dan finansial serta umur. Hamidulloh Ibda, penulis asal Desa Dukuhseti, Kabupaten Pati tersebut, menjelaskan bahwa menikah sebenarnya tidak perlu modal berbelit-belit, mewah, bahkan merelakan segala harta benda untuk kepetingan tasyakuran semata. Namun, ia menilai bahwa hal utama yang harus dilakukan pemuda saat mau menikah adalah nekat. “Salah satu karakter manusia Jawa itu nekat.
Maka, kalau umur sudah cukup, tapi belum nikah ya nekat saja. Modal nikah kan cuma dua, yaitu nekat dan bismillah,” kata dia. Mahasiswa magister PPs Unnes tersebut juga mengatakan, bahwa selama ini banyak pemuda mengurungkan niat nikah hanya karena modal materi. Dikatakan dia, tidak sedikit pasangan yang mau menikah, namun dengan alasan belum dewasa, matang dan belum memiliki modal materi kuat, maka mengurungkan diri untuk menikah lama dan tetap pacaran. “Kalau modal materi sebenarnya penting tidak penting. Yang penting itu niat kuat, kalau ada uang pun tapi tak punya niat ya sama saja,” ungkap alumnus MA Madarijul Huda Kembang, Dukuhseti, Pati tersebut. Sebab, kata Ibda, niat baik pasti didukung Tuhan. “Karena itu sudah janji Allah, barang siapa memperjuangkan kebaikan, niscaya dia akan dimudahkan,” papar pria yang menikah pada 7 Juni 2014 tersebut.
Maka kalau pengalaman saya, kata dia, modal nikah itu ya cukup nekat dan bismillah. “Nikah itu murah secara agama, namun secara budaya kayak resepsi, lamaran, tunangan, itu yang mahal. Namun pada prinsipnya itu tidak wajib, yang penting nikah secara agama terlaksana jika memang tidak kuat menggelar resepsi,” beber dia. Dalam buku tersebut, Ibda juga menandaskan bahwa banyak dekonstruksi tentang pengertian, hukum pacaran dan juga berbagai pendapat ilmiah mengenai fenomena seks bebas.
“Thomas Lickona menjelaskan ada 10 tanda-tanda dari perilaku manusia yang menunjukan kehancuran negara ini, salah satunya adalah meningkatnya kekerasan di kalangan remaja dan semakin kaburnya pedoman moral. Seks saat ini juga menjadi objek yang rentan terjadi kalangan remaja, maka kalau belum siap pacaran, jangan dan tidak usah pacaran,” ungkap dia. Di akhir penjelasan, ia juga mengajak para peserta untuk mengkaji kembali makna, tujuan dan juga budaya pacaran di Indonesia. “Pacaran atau tidak, sebenarnya itu kan keputusan pribadi. Maka ya itu soal pilihan, mau masuk surga atau neraka kan terserah Anda. Kita sudah punya pedoman Quran kok,” ungkap dia.
Sementara itu, Fatimah Az-zahra dosen STAI Pati selaku pembedah, membeberkan bahwa buku tersebut sangat memotivasi para pelajar dan mahasiswa. Sebab, dikatakan dia, saat ini degradasi moral pelajar terutama seks bebas sangat merajalela. “Saya bangga ada warga Pati yang bisa menulis buku inspiratif seperti ini,” ungkap dia di hadapan puluhan mahasiswa STAI Pati dan STAIN Kudus serta tamu undangan dari berbagai kalangan yang hadir dalam kesempatan tersebut. Sementara itu, Munawaroh, Ketua Organisasi KOHATI Cabang Kudus, pembedah kedua, juga menandaskan bahwa hadirnya buku tersebut mengajak para pemuda untuk memilih jalan yang halal.
“Saya sangat mengapresiasi buku ini karya menurut saya mengangkat derajat perempuan,” ungkap dia. Menurut mahasiswi STAIN Kudus tersebut, budaya pacaran di kalangan pemuda Islam sudah membudaya dan bahkan dilakukan oleh para santri. “Ini memang fenomena modern, namun buku ini mampu memprovokasi, memotivasi pemuda untuk berhenti pacaran jika tidak kuat menahan nafus. Penulis buku ini juga memberi solusi kalau tidak kuat menahan nafsu ya jangan pacaran, hentikan lalu menikahlah,” papar dia. (Patinews.com*).