Analisis Penyusunan Al-Qur’an: Dari Kompilasi Sampai Kodifikasi Kitab Al-Qur’an
Kelompok 2:
- Muhammad Anis Amin (2330110001)
- Nova Fitriana (2330110020)
- Muhammad Yusron Kamila (2330110008)
- Hesty fajriyatul istisyfa’ (2330110031)
- Nova Rizqi Niswatun (2330110014)
- Laila Fitri nur indah Sari (2330110036)
- Ja’far najihandiras (2330110015)
Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat islam yang berisi petunjuk dan pedoman dalam mengatur kehidupan dunia dan akhirat. Al-Qur’an bagi umat islam merupakan firman Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW untuk memeberi petunjuk kepada umat manusia sebagai pelengkap kitab-kitab surgawi sebelumnya dan sebagai petunjuk bagi umat manusia serta membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Turunya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus mengungkap statusnya kepada penghuni langit dan bumi. Uniknya, Al-Qur’an di turunkan tidak sekaligus, melainkan bertahap dan bertahap dalam kurun waktu sekitar 23 tahun. Kemudian setelah turunya Al-Qur’an yang Panjang sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga masa Khilafah. Pengumpulan Al-Qur’an dicapai melalui hafalan dan pembukuan pada masa para sahabat. Untuk menjaga keaslianya agar dapat di manfaatkan seluruh umat manusia hingga saat ini.
Sejarah kodifikasi Al-Qur’an memuat penjelasan mengenai proses transformasi teks Al-Qur’an dari lisan menjadi tulisan atau dari bentuk hafalan para sahabat ke mushaf yang di organisir oleh Abu Bakar dan Utsman bin Affan. Pelestarian keaslian dan kemurnian Al-Qur’an yang berlangsung sejak tahun nabi hingga saat ini telah berubah bentuk sesuai dengan kemajuan perangkat teknis yang ada. Namun selalu ada jaminan yang menjamin bahwa Al-Qur’an tidak pernah berubah sedikit pun. Pada masa Nabi Muhammad SAW, penjagaan terhadap Al-Qur’an di lakukan dengan cara menghafal. Hal ini dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
Seperti yang kita ketahui bahwa masa Rasulullah adalah masa aman “safe mode” dalam artian aman dari masalah-masalah umat yang meradang karena setiap masalah di selesaikan dengan bertanya pada nabi. Namun, ketika Nabi wafat dan di gantikan oleh khalifah-khalifah, banyak permasalahan-permasalahan umat yang harus di selesaikan khalifah secara independent. Hal ini terjadi pada proses pengumpulan Al-Qur’an. Pada masa Abu Bakar persoalanya adalah banyaknya huffazh yang gugur dalam medan perang, sedangkan pada masa Utsman bin Affan permasalahanya adalah beragamnya bacaaan (dialek) Al-Qur’an yang sampai menimbulkan konflik dan pertikaian. Tantangan inikah yang harus dilewati dan dipecahkan secara bijaksana oleh masing-masing khalifah.
Oleh Karena itu, penulisan dan kodifikasi (pengumpulan) Al-Qur’an di lakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap pertama pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW, tahap kedua pada masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan yang ketiga pada masa khalifah Utsman bin Affan.
Pengumpulan Al-Quran pada masa Rasulullah
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis). Oleh karena itu, Nabi lebih memusatkan perhatiannya pada hafalan dan penghayatan wahyu yang diterimanya. Pada masa turunnya Al-Qur’an, bangsa Arab hidup dalam budaya yang sangat maju, dengan daya ingat yang luar biasa, kemampuan hafalan yang cepat, dan pemikiran yang terbuka. Banyak di antara mereka mampu menghafal ratusan ribu bait syair dan memahami silsilah keturunan mereka secara mendalam. Ketika Al-Qur’an hadir dengan kejelasan dan ketegasannya, mereka merasa takjub. Wahyu tersebut menginspirasi akal dan pikiran mereka, sehingga perhatian mereka sepenuhnya tertuju pada Al-Qur’an. Mereka menghafal ayat demi ayat dan surah demi surah dengan penuh antusiasme.
Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara langsung dan sekaligus, melainkan secara bertahap dalam kurun waktu yang cukup panjang. Proses ini dimulai sejak Nabi diangkat menjadi Rasul hingga menjelang wafatnya. Oleh karena itu, wajar jika pada masa itu Al-Qur’an belum dibukukan seperti bentuk saat ini, karena proses pewahyuannya belum sepenuhnya selesai. Upaya pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an sudah dilakukan pada masa Rasulallah, baik melalui hafalan, seperti yang dilakukan oleh Nabi sendiri dan diikuti oleh para sahabatnya, maupun melalui penulisan oleh sahabat-sahabat tertentu atas perintah Nabi Muhammad saw. Setiap Nabi menerima wahyu berupa ayat-ayat Al-Qur’an, beliau segera memerintahkan kepada para sahabat tertentu untuk menuliskannya dan juga menghafalkannya.
Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu, antara lain adalah: Abu Bakar Al-Shiddiq, Umar bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka‟ab, Mu‟awiyah bin Abi Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin As. Tulisan ayat-ayat alquran yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rasulullah SAW. Mereka pun masing-masing menulis untuk disimpan sendiri. Walaupun demikian, tulisan-tulisan itu belum dikumpulkan dalam satu mushaf (sebuah buku yang terjilid seperti sekarang ini), melainkan masih berserakan.
Pola penulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah saw sebagaimana yang disampaikan oleh Zaid bin Tsabit adalah, “Kami bersama Rasulullah saw dan mengurutkan Al-Qur’an pada kulit daun.” Maksudnya, kami menyusun ayat-ayat Al-Qur’an secara teratur dan tertib pada kulit kayu atau dedaunan, mengikuti petunjuk Nabi saw dan perintah dari Allah swt. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa pengumpulan Al-Qur’an adalah tauqifi, yang berarti susunan surah dan ayat-ayat Al-Qur’an seperti yang kita lihat pada mushaf saat ini, disusun berdasarkan petunjuk dan ketentuan yang diberikan oleh Rasulullah saw yang sesuai dengan wahyu dari Allah swt.
Pada masa itu, para sahabat dalam menulis ayat-ayat Al-Quran menggunakan berbagai macam alat yang ada pada saat itu, di antaranya adalah pelepah kurma, batu tipis, potongan kulit kayu atau dedaunan, kumpulan pelepah kurma yang lebar, kayu yang diletakkan di punggung unta sebagai alas untuk ditunggangi, dan tulang kambing atau tulang unta yang lebar. Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah masih terpisah-pisah belum disusun secara tertib dalam satu mushaf.
Mengutip pendapat dari Al-Zarkasyi, beliau menyatakan bahwa pada masa Rasullah Al-Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf, guna untuk mencegah kemungkinan terjadinya perubahan di kemudian hari. Penulisan Al-Qur’an secara teratur baru dilakukan setelah wahyu Al-Qur’an selesai diturunkan, yaitu pada saat wafatnya Rasulullah.hlm. 157.) Proses penulisan al-quran seperti itu berlangsung terus sampai Rasulullah SAW wafat. Ketika Rasulullah SAW wafat, al-quran telah sempurna dihafal oleh para sahabat dan lengkap tertulis di pelepah, kulit, kepingan batu, dan lain-lain. inilah masa awal penulisan atau kodifikasi alquran, yaitu terjadi pada zaman Nabi.
Pengumpulan Al-Quran pada masa sahabat Abu Bakar
Setelah wafatnya rasulullah, para sahabat yang dari kalangan Anshar maupun Muhajirin sepakat mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah. Pada masa awal pemerintahannya, Pada masa kepemimpinannya sebagai khalifah, beberapa peristiwa kemurtadan besar terjadi di kalangan bangsa Arab, sehingga ia mempersiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk berperang melawan orang-orang murtad. Perang paling terkenal yang terjadi pada masa Kekhalifahan Abu Bakar adalah Perang Yamamah.
Setelah terjadinya Perang Yamamah, Banyak penghafal Al-Qur’an meninggal yang tidak kuarang dari 70 penghafal al-qur’an yang gugur, bahkan dalam suatu riwayat disebutkan sekitar 500 orang karena perang tersebut. Sehingga ada kekhawatiran bahwa ayat-ayat Al-Qur’an akan hilang jika tidak ada upaya untuk mengumpulkannya dalam bentuk tertulis. Umar bin Khattab adalah orang pertama yang menyarankan kodifikasi ini, karena dia melihat bahwa teks Al-Qur’an akan mati jika hanya bergantung pada hafalan.
Pada awalnya Abu Bakar ragu dan menolak, karena kodifikasi Al-Qur’an itu sesuatu yang Rasulullah SAW belum pernah lakukan. Dia akhirnya menyetujui usulan dari Umar bin Khattab karena situasinya sangat penting. Kemudian Abu Bakar memerintah Zaid ditugaskan untuk mengumpulkan seluruh ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai sumber, seperti hafalan para sahabat, catatan di batu, kulit hewan, tulang unta, dedaunan, dan pelepah kurma. Proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati oleh Zaid, sehingga Al-Quran bisa dikumpulkan sesuai dengan mushaf mutawatir atas perintah Nabi SAW.
Setelah selesai proses pengumpulan secara teliti yang dilakukan oleh Zaid bin Tsabit, Abu Bakar kemudian memerintahkan agar manuskrip-manuskrip tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun. Kemudian manuskrip-manuskrip yang telah menjadi satu mushaf utuh tersebut disimpan di tangan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar wafat, mushaf itu disimpan oleh Umar bin Khattab dan tetap berada di tangannya hingga Umar wafat. Kemudian mushaf itu disimpan oleh putri Umar yang Bernama Hafsah.
Kodifikasi yang dibuat selama pemerintahan Abu Bakar menjadi momen penting dalam proses penyusunan Al-Qur’an. Langkah ini tidak hanya menjaga ayat-ayat suci al-qur’an, tetapi juga membangun dasar untuk kodifikasi lebih lanjut selama pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Pada masa pemerintahannya, upaya kodifikasi Al-Qur’an mencapai tahap yang lebih maju dengan standarisasi mushaf. Langkah ini dipicu oleh munculnya perbedaan bacaan (qira’at) di beberapa wilayah Islam yang semakin berkembang sebagai akibat dari ekspansi kekhalifahan.
Lembaran-lembaran yang dikumpulkan menjadi satu mushaf pada masa Abu Bakar memiliki beberapa keistimewaan sebagai berikut:
Didapatkan melalui penelitian yang sangat teliti dan dengan ketepatan yang sempurna.
Yang tercatat dalam mushaf hanya bacaan yang pasti, tanpa ada perubahan bacaan.
Terdapat ijma’ umat yang mutawatir bahwa yang tercatat di dalam mushaf tersebut adalah ayat-ayat Al-Qur’an.
Mushaf tersebut mencakup qira’at sab’ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Pengumpulan Al-Quran pada masa Utsman
Latar belakang pengumpulan al-Qur’an pada masa Utsman r.a, di antaranya karena wilayah kekuasaan Islam pada masa Utsman telah meluas. Sehingga orang-orang Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Dan di setiap daerah sudah popular dengan berbagai macam bacaan sahabat yang mengajar mereka. Misalnya, penduduk Syam membaca al-Qur’an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah Ibnu Mas’ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy’ari. Di antara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian, bahkan saling mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan tersebut.
Perbedaan pendapat mereka hampir menimbulkan konflik dan perselisihan di kalangan umat Islam, karena masing-masing dari mereka mengklaim dirinya benar. Kemudian Khalifah Ustman mengutus seseorang kepada Hafshah, agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran AlQur’an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin, dan setelah itu akan dikembalikan lagi. Utsman kemudian mengirim utusan kepada Hafshah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya), dan Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu padanya. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit al-Anshari, Abdullah bin az-Zubair, Said bin al-Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam tiga orang Quraisy. Lalu ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraisy, karena al-quran turun dalam dialek bahasa mereka.
Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Utsman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafshah. Setelah selesai, Utsman mengirmkan mushaf yang sudah disusun tersebut di berbagai wilayah.Para ulama telah berselisih tentang berapa jumlah mushaf yang dikirim Utsman ke berbagai wilayah dan negri Islam, tetapi berdasarkan pendapat yang kuat ada lima mushaf. Ibnu Abi Dawud mengeluarkan sebuah riwayat dari periwayatan Hamzah az-Zayyat, beliau berkata: Utsman telah mengirimkan empat mushaf. Ibnu Abi Dawud juga berkata: aku pernah mendengar Abu Hatim As- Sajastani berkata bahwa Utsman menulis tujuh mushaf, kemudian mengirimkan beberapa mushaf tersebut ke beberapa kota, yaitu Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan menahan satu mushaf di Madinah.
Utsman juga memerintahkan untuk memusnahkan mushaf atau catatan apa pun yang tidak sesuai dengan mushaf standar untuk memastikan bahwa semua orang membacanya dengan cara yang sama. Meskipun efektif, kebijakan ini sempat menuai kontroversi, tetapi diterima secara luas karena bertujuan untuk mempersatukan masyarakat. Hingga sampai pada hari ini, mushaf ini menjadi rujukan utama dan diterima oleh mayoritas umat Islam di seluruh dunia. Langkah ini tidak hanya menyatukan bacaan Al-Qur’an tetapi juga menjamin bahwa keasliannya tetap terjaga dari generasi ke generasi.
Dengan demikian keistimewaan pembukuan al-Qur’an pada masa Utsman itu adalah:
Adanya penyerdahanaan dialek al-qur’an
Utsman bermaksud menyatukan mushhaf umat islam
Susunan ayat dan surat sama seperti yang dikenal saat ini.
Daftar pustaka
Acim, Subhan Abdullah, 2020, Kajian Ulumul Qur’an (Mataram: CV Al- Haramain Lombok).
Al-Qaththan, Syaikh Manna’, 2006, Ulumul Qur’an, Penerjemah: H. Aunur Rofiq El-Mazni. Cet.1. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar).
Amirullah, (2024), Sejarah penulisan Alquran dalam kitab Shahih Bukhari: Studi Historiografi Islam, Islamic Literature: Journal of Islamic Civilisations, Vol. 1, No. 1.
Armiansyah, 2021, “Kodifikasi Al-Qur’an (Gagasan Dan Tantangan Dasar-Dasar TeoriPendidikan Dan Hukum Islam)”, At-Tazakki:jurnal kajian ilmu Pendidikan Islam Dan Humaniora, Vol.4, no.1 (14 januari ): 25-38.
Ash-Shabunny, Muhammad Aly, 1984, Pengantar Studi Al-Qur‟an (At-Tibyan), (Bandung: PT. Alma‟arif).
As-Suyuthi, Jalaluddin, 2008, Al-Itqon fii Ulum Al-Quran, (Surakarta: Indiva Pustaka).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993, Ensiklopedi Islam, jilid 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Fadilah N, Afdhal Z., dkk, 2023, Sejarah Peradaban Islam. (Global Eksekutif Teknologi)
Halabi, Amirul Hasan dan Muhammad, 1997, Ulumul Al-Qur‟an: Studi Kompleksitas AlQuran, (Yogyakarta: Titian Illahi Press)
Jamaruddin, Muhammad Yasir dan Ade, 2016, Studi Al-Qur’an (Pekan Baru: CV. Asa Riau,.
Maulidya, A & Khairani, S., (2025), “Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an”, Jurnal Studi Ilmu Alquran dan Tafsir, Vol. 1, No. 2, 10-10.
Munir, Miftakhul, 2020, METODE PENGUMPULAN AL-QUR’AN, Kariman, Volume 09, Nomor 01, Juni, 143-160.
Safruroh, Arrijalul Aziz Inayatullah, 2024, Kodifikasi Al-Qur’an: Studi Analisis Sejarah, Pelita: Jurnal Studi Islam Mahasiswa UII Dalwa, Volume 2, Nomor 1, November.
Sofia, Siti Maimunatus dkk, 2023, “Kodifikasi al-Qur’an pasca Utsman Hingga Sekarang,” Journal of Indegeneous Islamic Education, Vol.1, no.1 (3 juni): 1-11.