MANGKAL: Penjual pentol sedang berjualan di depan minimarket Desa/Kecamatan Dukuhseti, Rabu (28 Februari 2024).
Pelaku UMKM Keluhkan Harga Tapioka
Pati – Tidak hanya komoditas beras, kran impor tapioka juga dibuka oleh pemerintah. Selain berdampak langsung terhadap masyarakat, hal ini juga dirasakan juga oleh kalangan pengusaha dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Seperti diakui Rukan, penjual bakso pentol yang biasa mangkal di depan minimarket Desa/Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ini. Ia mengaku dalam sebulan terakhir, harga tapioka sebagai bahan baku membuat pentol mengalami kenaikan hingga 40 persen.
“Sejak sebulan terakhir sudah naik harga tapioka. Saat ini harga Rp 14 ribu per kilo. Kalau sebelumnya harganya cuma Rp 10 ribu,” urai penjual asal Tayu, Rabu 28 Februari 2024.
Sementara itu, keluhan serupa juga diungkapkan pengusaha tepung tapioka Margoyoso, Adi Mashuri. Ia menilai kebijakan ini tak berpihak kepada pengusaha tepung tapioka, petani maupun UMKM yang menggunakan tepung tapioka sebagai bahan baku.
“Kebijakan impor ini merupakan dampak panjang kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Pemerintah tidak serius mengantisipasi fenomena El Nino,” ujarnya.
Akibatnya, masih kata Adi, petani singkong tidak bisa maksimal saat panen ketela. Sehingga berdampak pada produksi tepung yang kekurangan bahan baku.
“Hal ini mengakibatkan stok tepung tapioka lokal juga menipis,” tambahnya.
Menurut Adi, kondisi ini terjadi karena Kementrian Perdagangan dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tidak menjalankan program sistem resi gudang dengan baik. Selain itu pertanian singkong juga tidak terlalu terurus.
”Seperti bibit F1 singkong tidak ada di petani dan pembinaan petaninya tidak ada. Berbeda dengan Thailand yang pemerintahnya peduli tentang pertaniannya dan sistem stok pascapanen,” ungkap Adi.
Dari catatannya, produksi industri tepung tapioka di Kabupaten Pati pun merosot. Saat ini, produsen tapioka hanya bisa menghasilkan 2 ribu ton per bulan.
“Angka ini tentu jauh jika dibandingkan saat kondisi normal. Yang bisa mengasikkan hingga 15 ribu ton per bulan. Padahal sentra tapioka disini menyerap bahan baku ketela dari Jatim dan Jabar,” sebut Adi.
Adi juga menilai, Pemerintah Indonesia tidak mempunyai kebijakan seperti Pemerintah Thailand. Di mana di Negeri Gajah Putih itu mempunyai sistem stok pascapenen. Sehingga, masih mempunyai stok saat El Nino.
”Saat singkong langka dan musim panen, pemerintah tidak ada yang memikirkan stok tapioka seperti di Thailand, sehingga mereka bisa ekspor dan kita hanya gigit jari,” tandas dia.
Diketahui, harga tepung tapioka di pasaran saat ini merangkak naik. Harga tapioka impor Rp 11.500 per kg. Padahal normalnya harga tepung tapioka berkisaran Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per kg.
“Kami berharap pemerintah segera mengatasi kelangkaan bahan baku tepung tapioka. Kami tidak mau pasar tepung dalam negeri dikuasai tepung tapioka dari luar,” pinta Adi. (red1)