Jakarta, 27 Mei 2025 – PATINEWS.COM
Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Putusan penting ini mempertegas bahwa pendidikan dasar tanpa biaya harus dijamin tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah atau madrasah swasta.
Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Dalam sidang yang digelar Selasa (27/5), Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin wajib belajar pendidikan dasar bebas biaya—baik di sekolah negeri maupun swasta.
Menjawab Kesenjangan Akses Pendidikan
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa norma lama dalam UU Sisdiknas hanya secara eksplisit menjamin bebas biaya di sekolah negeri, sementara kenyataannya banyak anak harus bersekolah di lembaga swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, hanya sekitar 970.145 siswa SD yang tertampung di sekolah negeri, sementara 173.265 lainnya harus bersekolah di sekolah swasta. Di jenjang SMP, hanya 245.977 tertampung di negeri, sisanya—lebih dari 104.000—bersekolah di swasta,” ungkap Enny.
Ia menegaskan bahwa dalam konteks tersebut, negara tetap berkewajiban menjamin bahwa tidak ada anak yang tertinggal pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi atau terbatasnya sarana pendidikan negeri.
Negara Harus Hadir, Meski Fiskal Terbatas
Mahkamah menyadari bahwa tidak semua sekolah swasta bisa dan mau menerima bantuan pemerintah. Namun, bukan berarti beban pembiayaan boleh sepenuhnya dibebankan kepada siswa. Negara tetap wajib hadir melalui mekanisme subsidi atau bantuan pendidikan yang adil dan selektif.
“Tidak rasional jika sekolah swasta dipaksa tidak memungut biaya sama sekali tanpa jaminan dukungan dari negara, apalagi mengingat keterbatasan fiskal dari APBN dan APBD,” jelas Enny.
Namun demikian, Mahkamah juga menggarisbawahi bahwa sekolah swasta tetap diperbolehkan memungut biaya asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah perlu merumuskan skema pembiayaan dan bantuan yang inklusif untuk memastikan hak pendidikan dasar dapat diakses oleh semua anak bangsa tanpa diskriminasi.
Menjawab Ketimpangan dan Multitafsir
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menilai bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” yang selama ini dimaknai hanya berlaku bagi sekolah negeri telah menimbulkan multitafsir dan ketimpangan. Banyak anak dari keluarga kurang mampu yang tidak tertampung di sekolah negeri harus bersekolah di swasta dan membayar, padahal konstitusi tidak membedakan jenis sekolah yang wajib dibiayai negara.
Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Tidak ada pengecualian apakah sekolah itu negeri atau swasta.
Afirmasi untuk Pemerataan Akses Pendidikan
Mahkamah menekankan bahwa ke depan, pemerintah wajib merancang kebijakan afirmatif yang memastikan peserta didik di sekolah swasta juga mendapat perlakuan yang adil, terutama di wilayah yang minim sekolah negeri. Ini adalah bentuk pelaksanaan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang mengamanatkan alokasi minimal 20% anggaran dari APBN dan APBD untuk sektor pendidikan.
Persoalan ketimpangan anggaran pendidikan yang turut disoroti pemohon, menurut Mahkamah, merupakan masalah implementatif yang harus ditangani oleh pemerintah melalui penataan kebijakan dan distribusi anggaran yang tepat.
Kesimpulan:
Putusan MK ini menjadi tonggak penting untuk mewujudkan keadilan pendidikan di Indonesia. Negara tidak lagi boleh membedakan antara anak yang sekolah di negeri atau swasta dalam hal jaminan pendidikan dasar gratis. Sebuah langkah progresif menuju sistem pendidikan yang inklusif dan merata.
(*)