MENGULIK KISAH MISTIS DIBALIK POHON BERINGIN DI DESA SUKOBUBUK KECAMATAN MARGOREJO PATI
Pohon beringin merupakan pohon yang identik dengan hal hal mistis tetapi disisi lain, ada juga yang menganggap pohon beringin sebagai simbol suci dan keabadian. Mitos pohon beringin sering kali dikaitkan dengan makhluk makhluk astral seperti;jin, hantu, roh, dan ilmu ilmu dukun. Sejak dulu, pohon beringin dipercaya dapat mengabulkan keinginan seseorang dengan melakukan berbagai macam ritual. Dari mulai bertapa, membuat sesajen, sampai menyembah nyembah pohon tersebut. Hal seperti ini biasanya terjadi di desa pedalaman, salah satunya desa Sukobubuk. Sukobubuk adalah desa yang terletak di kecamatan Margorejo, Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Desa sukobubuk ini merupakan desa paling timur di kabupaten Pati. Jalan di desa Sukobubuk sering digunakan sebagai jalur alternatif menuju ke kabupaten Kudus. Sebagian besar wilayah desa Sukobubuk adalah perkebunan. Luas wilayahnya 11,70 km2. Di desa ini, terdapat satu pohon beringin tua yang sudah tumbuh berabad puluhan tahun yang lalu.
Terdapat sebagian warga yang mempercayai bahwa pohon beringin ini dapat mengabulkan sebuah keinginan, seperti;menginginkan harta kekayaan, pekerjaan, kekuatan supra natural, keabadian usia, dan masih banyak lagi. Meskipun pohon ini memiliki aura horor yang kuat, tidak sedikit orang orang yang mengagung-agungkannya dengan tujuan agar keinginan atau hajat mereka terkabul. Sebelum islam berkembang di desa ini, pohon beringin inilah yang menjadi pusat sesembahan dan ritual masyarakat Sukobubuk.
“Zaman dahulu sebelum islam itu berkembang di daerah sini, mungkin yang dilakukan pelaku ritual masyarakat sini adalah situ, jadi dia punya anggapan bawasannya itu adalah tempat strategis untuk penghuni situ (pohon beringin) menyalurkan apa yang menjadi hajat seseorang. ujar K.H Moh Anwar.
Mewujudkan hajat tersebut, tentunya para peminta harus melakukan ritual tertentu, seperti halnya menepi. Menepi adalah kegiatan menyendiri dari khalayak, dan melakukan sesembahan dengan menggunakan beberapa sarana prasarana tertentu. Biasanya identik dengan sesajen yaitu terdapat kembang tujuh rupa, menyan, buceng, bunga buangan, dan dupa.
Konon katanya, pohon beringin ini memiliki sebuah penghuni besar yang menguasai semua makhluk halus di wilayah tersebut. Ada yang mengatakan, nama penghuni disana adalah joko sunti. Ada juga yang mengatakan perawan sunti. Tidak ada yang tahu wujud asli sesosok tersebut.
Disisi lain, ada salah satu masyarakat yang melihat penampakan yang mengatakan, bahwa nama penunggu di wilayah itu adalah joko sunti. Korban yang tinggal di sekitar pohon beringin mengatakan, dia melihat penampakan anak kecil sedang berjalan dari pohon saat sedang duduk di depan rumah. Salah satu masyarakat juga bercerita,bahwa ia juga sempat berinteraksi dengan makhluk tersebut.
Melihat penampakan setan? pernah lah, pernah sampai ku ajak juga.saya kan sedang duduk duduk di sini. Tiba – tiba ada anak kecil bejalan dari pucuk bergat(pohon) ujar mbah Paini.
Setelah itu, masyarakat bercerita bagaimana dia berinteraksi dengan sesosoknya itu. Bahwa ia sempat kontak fisik dengan sesosok anak kecil. Dari salah satu masyarakat yang tinggal di sekitar pohon beringin desa Sukobubuk. Tidak sedikit juga warga yang lewat daerah itu mendapati hal-hal aneh, seperti;melihat penampakan, mencium bau-bau aneh, sampai menjadi kerasukan.
Membahas tentang penghuni pohon beringin, tidak hanya ada joko sunti saja yang bersemanyam di sana. Bahkan dikabarkan penghuni pohon tersebut semakin banyak. Menurut K.H Moh Anwar makhluk yang disitu terutama adalah genderuwo, gadungan, dan banaspati. Tidak hanya sampai disitu kisah mistis pohon beringin desa Sukobubuk. Sejarah yang mengatakan, pohon beringin ini tidak bisa ditebang oleh penduduk. Pernah ada salah satu warga yang mencoba menebang salah satu dahan pohon tersebut, dan berakhir penebang jatuh sakit. Sehingga sampai sekarang tidak ada yang berani menebang pohon beringin.
Oleh karena itulah, pohon beringin menjadi hal yang tidak kalah penting di masyarakat, karena dikenal sebagai tempat tinggal makhluk tak kasat mata, sehingga masyarakat menghormatinya dengan memberi sesajen. Akan tetapi masa demi masa kepercayaan itu semakin memudar untuk generasi sekarang.
Penulis: Icha Isnawati,
Vivi Agustin Fadhilah,
Niluh Amelia Firnanda.
(Tim jurnalistik MA Al-Ikhlas Sukobubuk.)