Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan Kelas Kreatif Film Pendek Berbahasa Daerah di Hotel Gets, Semarang, pada Jumat—Sabtu, 11—12 Oktober 2024. Narasumber dalam kelas kreatif tersebut adalah Hanindawan, sastrawan; M. Haryanto, dosen Universitas Pekalongan (Unikal); dan Olivia Firdaus, Duta Bahasa Nasional. Acara tersebut diikuti oleh seratus mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Jawa Tengah.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Syarifuddin, M.Hum., menyatakan bahasa daerah merupakan bahasa yang hidup di Indonesia, selain bahasa Indonesia dan bahasa asing. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di wilayah Indonesia.
“Bahasa daerah merupakan bahasa di luar bahasa Indonesia dan bahasa asing. Kita mengenal trigatra bangun bahasa, yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing,” ujar Syarifuddin dalam sambutannya di Hotel Gets, Semarang, pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Syarifuddin menambahkan bahwa jumlah bahasa daerah di Indonesia masuk peringkat kedua di dunia setelah Papua Nugini. Penyumbang terbesar bahasa daerah di Indonesia adalah bahasa-bahasa di Papua.
“Bahasa di Indonesia timur itu banyak bahasanya, tetapi sedikit penuturnya. Adapun bahasa di Indonesia bagian barat itu banyak penuturnya, tetapi sedikit bahasanya. Kalau bahasa daerah itu hilang, hilanglah jati diri kita,” jelasnya.
Syarifuddin mengungkap bahwa Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization), mencatatat bahwa dalam satu pekan terdapat dua bahasa daerah yang punah. Sebagai pemilik bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Jawa, masyarakat harus menjaga bahasanya agar tidak punah.
“Mahasiswa-mahasiswa yang hadir dalam Kelas Kreatif Film Pendek Berbahasa Daerah ini memiliki peran dalam mempertahankan bahasa daerah, bahasa Jawa. Generasi muda menjadi garda terdepan dalam mempertahankan dan melestarikan bahasa daerah. Kita harus bisa menentukan kapan menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah, atau bahasa asing,” terangnya.
Sementara itu, Olivia Firdaus menyatakan bahwa kearifan lokal dapat menjadi bekal dalam memperkaya nilai sebuah film. Kearifan lokal yang diangkat melalui sebuah film dapat menambah pengaruh positif.
“Kearifan lokal yang berbeda di setiap daerah merupakan bentuk kekayaan identitas dan warisan yang harus dilestarikan. Penambahan sentuhan kearifan lokal dalam film dapat membuat suatu film lebih unik dibandingkan dengan film komersial lainnya,” ungkap Olivia, pemenang pertama Pemilihan Duta Bahasa Nasional 2024 itu.
Oliv, sapaan Olivia Firdaus, menuturkan bahwa kedekatan emosional dalam film berbasis kearifan lokal membuat film tersebut mudah diterima masyarakat. Selain itu, film semacam ini biasanya lebih menyentuh emosi penontonnya.
“Bukannya dianggap ndesa, film yang mengangkat kearifan lokal justru mendapat banyak penghargaan dari masyarakat,” tambahnya.
Penulis: Agus Sudono, Widyabasa di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
Penyunting: Shintya, Widyabasa di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah