Disinyalir Banyak Pelanggaran, Pengisian Perangkat Desa di Kabupaten Pati Rawan Digugat
Patinews.com – PATI,
Pengisian perangkat desa di Kabupaten Pati mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Sejak dibuka pada 7-14 Oktober 2024, pendaftaran perangkat desa ini telah melibatkan 125 desa di 17 kecamatan, dengan total 264 formasi yang terdiri dari 42 posisi sekretaris desa serta 222 posisi lainnya, termasuk kepala urusan, kepala seksi, dan kepala dusun.
Namun, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) AMAN menyoroti proses pendaftaran ini yang dianggap tergesa-gesa dan terkesan dipaksakan karena dilakukan di tengah masa kampanye pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pati. Ketua LBH AMAN, Solikin, S.Hi, mengungkapkan bahwa proses ini rawan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena dinilai melanggar asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999.
LBH AMAN juga menilai bahwa sejak diterbitkannya Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2023 yang memperbaharui Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2021, muncul kekhawatiran akan penyalahgunaan kewenangan. Peraturan ini memberi kewenangan penuh kepada pemerintah desa dalam proses pengisian perangkat, yang berpotensi memicu kecurangan sejak tahap pendaftaran hingga seleksi.
Temuan dugaan pelanggaran yang disoroti oleh LBH AMAN antara lain:
1. Ketidaknetralan Kepala Desa dan Konflik Kepentingan
Terdapat indikasi bahwa kepala desa melarang masyarakat yang bukan “putra mahkota” untuk mendaftar demi melindungi kepentingan pribadi. Hal ini memunculkan persepsi bahwa sulit bagi calon independen untuk mendapatkan posisi perangkat desa.
2. Rekayasa Skor Pengabdian
Calon perangkat desa harus melalui penilaian pengabdian dan ujian tertulis. Namun, ditemukan indikasi bahwa pengabdian beberapa calon dipalsukan atau direkayasa oleh kepala desa demi meningkatkan peluang kelulusan.
3. Kurangnya Keterbukaan Informasi dan Minimnya Partisipasi Publik
Proses pendaftaran dan jadwal pengisian perangkat desa kurang transparan, bahkan di beberapa desa calon perangkat harus mengajukan permohonan tertulis untuk memperoleh informasi. Hal ini dinilai melanggar asas keterbukaan dan pelayanan yang baik.
4. Ketidakterbukaan dalam Kerjasama dengan Pihak Ketiga
LBH AMAN mencatat bahwa penunjukan pihak ketiga dalam penyelenggaraan ujian tertulis dilakukan tanpa proses seleksi terbuka. Tahapan kerja sama dengan pihak ketiga juga dinilai tidak jelas, sehingga mengurangi transparansi proses seleksi.
5. Minimnya Partisipasi Publik dalam Pengawasan Seleksi
LBH AMAN menyoroti kurangnya partisipasi publik dalam proses seleksi ini, yang menambah potensi penyalahgunaan kewenangan dan memperlemah sistem pengawasan publik terhadap proses pengisian perangkat desa.
Dengan berbagai temuan tersebut, LBH AMAN mengkhawatirkan bahwa proses pengisian perangkat desa ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat umum. Mereka meminta pihak terkait untuk segera mengevaluasi kebijakan ini agar dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan transparan.